Kamis, 13 September 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN POST PARTUM



TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.
(Rustam Mochtar,1998 )
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.
( Barbara F. weller 2005 )
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
(Abdul Bari Saifuddin,2002 )


Masa post partum terbagi 3 tahap, yaitu :
1. Immediet post partum periode ( 24 jam pertama setelah melahirkan )
2. Early post partum periode ( hari kedua sampai ketujuh setelah melahirkan )
3. Late postpartum( minggu kedua/ketiga sampai keenam  setelah melahirkan )

B. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda ( hemoserosa ), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan , ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
g. perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h. payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i. traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme ( kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan ) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda – tanda vital
suhu pada hari pertama ( 24 jam pertama ) setelah melahirkan meningkat menjadi 380C sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke 17 ( bowes ,1991 )
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan ( Bowes, 1991 ). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5. System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil ( kadar steroid yang tinggi ) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil. ( Cunningham, dkk; 1993 ) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
6. System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8. System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.

C. Adaptasi psikologis
Rubin ( 1961 ) membagi menjadi 3 fase :
1. Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat keputusan.
2. Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.

3. Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan berinteraksi dengan bayi.

D. Penatalaksanaan medis
1. Tes diagnostic
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit ( Hb/Ht )
b. Urinalisis; kadar urin, darah.
2. Therapy
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi

E. Asuhan keperawatan
Menurut Marylnn E. Doengous, 2001 :
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis ( “postpartum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan.
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima
e. Makanan/cairan
kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga
f. Nyeri/ketidaknyamanan
nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke2 – 3 , berlanjut menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (mis, rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas ( mis, menyusui ).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah ( carpenito, 2000 )
Diagnose keperawatan yang muncul pada klien postpartum menurut Marilyn doengoes, 2001 yaitu :
a. Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia ); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal ( anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnose keperawatan.
 a. Nyeri (akut)/ ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa
nyeri teratasi
kriteria hasil : mengidentifikasi dan mengunakan intervensi
untuk mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.
Intervensi :
Mandiri :
1) Tentukan adanya lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan.
3) Berikan kompres es pada perineum, khusus nya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4) Berikan kompres panas lembab ( misal rendam duduk/bak mandi ) diantara 100o dan 105o F ( 38o sampai 43,2o C ) selam 20 menit, 3-4 kali sehari, setelah 24 jam 1.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
6) Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4 jam, penggunaan kompres witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.
7) Kaji nyeri tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.
8) Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan tehnik visualisasi atau aktivitas pengalihan.
9) Inspeksi payudara dan jaringan putting; jika adanya pembesaran dan/atau pitung pecah – pecah.
10) Ajurkan untuk mengunakan bra penyokong
11) Berikan informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan, memberikan kompres panas sebelum member makan, mengubah posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu secara berurutan , bila hanya satu putting yang sakit atau luka.
12) Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan menyusui.
13) Kaji klien terhadap kepenuhan kandung kemih.
14) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member obat klien sebelum sifat dan penyebab dari sakit kepala ditentukan.
Kolaborasi :
15) Berikan bromokriptin mesilat ( parlodel ) dua kali sehari dengan makan selama 2 – 3 minggu. Kaji hipotensi pada klien; tetap dengan klien selama ambulasi pertama.
16) Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui, berikan analgesic setiap 3 – 4 jam selama pembesaran payudara dan afterpain.
17) Berikan sprei anestetik, salep topical, dan kompres witc hazel untuk perineum bila dibutuhkan.
18) Bantu sesuai dengan injeksi salin atau pemberian “ blood patch “ pada sisi pungsi dural. Pertahankan klien pada posisi horizontal setelah prosedur.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : setelah dilakukan demostrasi tentang perawatan
payudara diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.
Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang proses
menyusui, mendemonstrasikan tehnik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
Rencana tindakan :
Mandiri :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2) Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
4) Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik – tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.
5) Kaji putting klien; anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
6) Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.
7) Instruksikan klien untuk menghindari pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.
8) Berikan pelindung putting payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar.
Kolaborasi :
9) Rujuk klien pada kelompok pendukung; misal posyandu
10) Identifikasi sumber – sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi
c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK atau eklamsia ); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal ( anemia, sensivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan resiko cidera teratasi.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan perilaku untuk
menurunkan factor – factor risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
Rencana tindakan :
Mandiri :
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin ( Hb ) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda – tanda anemia.
2) Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang mungkin yetap berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala. Bantu klien dengan ambulasi awal. Berikan supervise yang adekuat pada mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien.
3) Berikan klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas ( KKaA ), sakit kepala, atau gangguan penglihatan.
4) Catat efek – efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan, kaji respon patella dan pantau status pernapasan.
5) Inspeksi ekstremitas bawah terhadap tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan ada atau tidaknya tanda human.
6) Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan meninggikan tungkai yang sakit.
7) Evaluasi status rubella pada grafik prenatal, kaji klien tehadap alergi pada telur atau bulu.
Kolaborasi :
8) Berikan MgSO4 melalui pompa infuse, sesuai indikasi.
9) Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastic untuk kaki bila risiko – risiko atau gejala – gejala flebitis terjadi.
10) Berikan antikoagulasi; evaluasi factor – factor koagulasi, dan perhatikan tanda – tanda kegagalan pembekuan.
11) Berikan Rh0 ( D ) imun globulin ( RhlgG ) LM.dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan tehnik – tehnik untuk
menurunkan risiko/meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Rencana tindakan :
Mandiri :
1. Kaji catatan prenatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2. Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
3. Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ; perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri tekan uterus ekstrem.
Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.
4. Evaluasi kondisi putting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan. Anjurkan pemeriksaan rutin payudara. Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik pemberian makan bayi. (rujuk pada DK : Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
5. Inspeksi sisi perbaikan episiotomy setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi.
6. Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih.
7. Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis : peningkatan frekiensi, doronganatau disuria). Catat warna dan tampilan urin, hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.
8. Anjurkan perawatan perineal, dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang.
9. Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
10. Kaji status nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan penambahan berat badan prenatal.
11. Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C, dan zat besi. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai 2000 ml/hari.
12. Tingkatkan tidur dan istitahat.
Kolaborasi :
13. Kaji jumlah sel darah putih ( SPD ).
4. Pelaksanaan/ Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien.
Proses pelaksanaan keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu :
a. Mengkaji ulang klien
Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
b. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada
Modifikasi rencana asuhanyang telah ada mencakup beberapa langkah. Pertama, data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.
Kedua, diagnose keperawatan direvisi. Diagnose keperawatan yang tidak relevan dihapuskan, dan diagnose keperawatan yang terbaru ditambah dan diberi tanggal.
Ketiga, metoda implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan diagnose keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.
c. Mengidentifikasi bidang bantuan
Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam. Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan unutk merawat klien imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk membantu membalik, memindahkan, dan mengubah posisi klien karena kerja fisik yang terlibat.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan :
1) Membantu dalam melakukan aktivitas sehari – hari
2) Mengonsulkan dan menyuluhkan pasien dan keluarga
3) Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya.
( Potter, 2005 )
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian :
S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.
A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan criteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan klien.
P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
Pada tahap ini ada 2 evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat yaitu :
1. Evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai pelaksanaan.
2. Evaluasi sumatif yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap
pencapaian diagnose keperawatan apakah rencana diteruskan, diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi/dihentikan.
( Suprajitno, 2004 )

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marlinn E.2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Helen Farrer, 1996. Perawatan Maternitas. Jkarta : EGC
Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan : Jakarta EGC
Judi Januadi Endjun.2002. Persalinan Sehat. Puspa Swara
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media 
  

ephan's production
 

TAK STIMULASI PERSEPSI Mendengarkan Musik

  • Topik    :    TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK DENGAN FOKUS STIMULASI PERSEPSI
  • Tujuan Umum    :    Klien mampu mepersepsikan sebuah gambar
  • Tujuan Khusus    : klien dapat mengetahui perbedaan antara gambar satu dengan satunya & Klien dapat menceritakan perbedaan gambar satu dengan satunya
Latar belakang
    Manusia adalah makhluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk berinteraksi dengan orang lain. Interaksi yang dilakukan tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan oleh individu sehingga mungkin terjadi gangguan terhadap kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain.
    Halusinasi adalah gangguan gangguan persepsi sensori dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penyerapan panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar.
    Untuk mengatasi gangguan pada klien jiwa sering dilakukan terapi aktivitas kelompok dalam praktek keperawatan kesehatan jiwa karena merupakan ketrampilan terapeutik. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mengalami masalah keperawatan yang sama. Aktivitas dilakukan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Adapu tujuan dari terapi aktivitas meliputi tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif. Tujuan terapeutik meliputi menggunakan kegiatan untuk memfasilitasi interaksi, mendorong sosialisasikan dengan lingkungan, meningkatkan stimulus realitas dan respon individu, meningkatkan rasa percaya diri. Sedangkan tujuan rehabilitaif melipui meningkatkan kemampuan ekspresi diri, empati, meningkatkan ketrampilan sosila dan pola penyelesaian masalah.
    Fenomena yang sering terjadi menunjukkan bahwa pasien dengan halusinasi mengalami gangguan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiranyabg sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan, pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

Seleksi Peran
    Berdasarkan pengamatan kajian status klien maka sasaran klien yang dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok ini adalah klien dengan masalah halusinasi di Bangsal P1 (Wisma Puntadewa) RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Di bangsal P1 kriteria pasien yang kita pilih orang yang mempunyai masalah keperawatan halusinasi, berikut ini nama pasien yang bersangkutan antara lain:
-
-
-
Jadwal Kegiatan
Hari / Tanggal    :    -
Tempat              :    -
Waktu               :    -
Metode
Ceramah dan demonstrasi

Media dan alat
Kertas bergambar serupa tapi tak sama dan pulpen

Pengorganisasian

Leader        :  -
Leader merupakan pimpinan dalam suatu tim di mana jalannya kegiatan dipimpin oleh seorang leader. Adapun tugas-tugas leader dalam TAK ini meliputi:
Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas kelompok sebelum kegiatan dimulai
Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan dirinya
Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan tertib
Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
Menjelaskan permainan
Co leader    : -
Merupakan seorang yang membantu leader saat jalannya TAK, apabila leader mengalami blocking ataupun hal lain yang bersangkutan terhadap leader. Adapun tugas co leader dalam TAK ini meliputi :
Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas klien
Mengimgatkan leader jika kegiatan menyimpang.
Fasilitator     : -
Merupakan seseorang yang dapat memberikan motivasi kepada peserta dalam kegiatan untuk kesuksesan jalannya kegiatan tersebut. Adapun tugas-tugas fasilitator dalam kegiatan TAK ini meliputi:
Memfasilitasi klien yang kurang aktif
Berperan sebagai role play balik klien selama kegiatan
Observer    : -
Merupakan seseorang yang mengobservasi kepada peserta dalam kegiatan TAK.

Seting Tempat

Pada seting tempat untuk TAK ini berbentuk 4 kelompok  di ruang P1, dengan penjelasan sebagai berikut:
                    
   Keterangan :
     : Leader
   
     : Co leader

     : Observer

     : Fasilitator

     : Peserta

Program Antisipasi
Penanganan klien yang tidak aktif saat TAK
Memanggil klien
Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat atau klien yang lain
Bila klien meninggalkan TAK
Panggil nama klien
Tanya alasan klien meninggalkan TAK
Berikan penjelasan tentang tujuan TAK dan berikan penjelasan pada klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh kembali lagi
Bila ada klien yang ingin ikut
Beri penjelasan bahwa TAK ini ditujukan pada klien yang dipilih, jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi peran pada TAK tersebut.

Langkah Kegiatan TAK

Persiapan
Memilih klien dengan indikasi, yaitu kerusakan interaksi sosial : menarik diri
Membuat kontrak dengan klien
Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
Orientasi
Salam terapeutik
     Salam dari terapis kepada klien
Evaluasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
Menanyakan masalah yang dirasakan
Menanyakan penerapan TAK yang lalu
Kontrak
1.    Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan musik
2.    Menjelaskan aturan main berikut:
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis
Lama kegiatan 60 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
Tahap Kerja
Terapis mengajak klien untuk memperhatikan dan berkonsentrasi saat terapis mengarahkan cara permainannya
Terapis menjelaskan bahwa akan dibagikan sebuah kertas dimana di atas kertas tersebut ada dua buah gambar yang sekilas sama tapi sebenarnya berbeda setelah itu klien di haruskan mencentang bagian gambar yang berbeda sebanyak-banyaknya
Terapis bertanya kepada klien tentang alasan klien mencentang gambar yang mereka centangi
Terapis memberikan pujian, setiap klien benar menceritakan alasan mengapa mencentang gambaryang beda tersebut serta mengajak klien lain bertepuk tangan..
4.    Tahap Terminasi
a.    Evaluasi
1.    Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.    Terapis memberikan pujian atas keberhasilan klien
b.    Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk lebih teliti untuk menghadapi semua hal yang akan dihadapi
c.    Kontrak yang akan datang
1.    Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang
2.    Menyepakati waktu dan tempat
 Evaluasi
Evaluasi Proses
Evaluasi dilakukan pada proses TAK berlangsung, khusunya pada tahap kerja, aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK
Evaluasi hasil
    Untuk TAK stimulasi sensori pada klien halusinasi, kemampuan klien yang diharapkan adalah klien mampu menstimulasi musik yang didengar

LAMPIRAN

Carilah sebanyak-banyakya perbedaan dari 2 gambar di 
Bawah ini




Topik    : TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK DENGAN FOKUS STIMULASI PERSEPSI

 
ephan's production
 

PRE PLANING PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH DI POLI KLINIK RAWAT JALAN

PRE PLANING
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG
PERAWATAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH
DI POLI KLINIK RAWAT JALAN RSJ Prof.Dr. SOEROYO MAGELANG


Topik
Perawatan penderita gangguan jiwa di rumah

Tujuan Umum
audien dapat menjelaskan tentang Perawatan penderita gangguan jiwa di rumah

Tujuan Khusus
Audien dapat menjelaskan pengertian gangguan jiwa
Audien dapat menjelaskan gejala yang muncul pada gangguan jiwa
Audien dapat menjelaskan faktor pencetus gangguan jiwa
Audien dapat menjelaskan pemicu munculnya gangguan jiwa
Audien dapat menjelaskan pengobatan gangguan jiwa
Audien dapat menjelaskan perawatan gangguan jiwa

Latar Belakang
Seringkali penderita yang mengalami gangguan jiwa mengalami kekambuhan sehingga ia harus menjalani perawatan dan pengobatan yang berulang/ keluar masuk rumah sakit jiwa. Banyak faktor yang memicu terjadinya kekambuhan yaitu faktor lingkungan, keluarga, penyakit fisik, maupun faktor dari dalam individu itu sendiri.
Lingkungan dan keluarga mempunyai andil yang besar dalam mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita dengan gangguan jiwa, oleh karena itu pemahaman keluarga mengenai kondisi penderita serta kesediaan keluarga dan lingkungan menerima penderita apa adanya dan memperlakukannya secara manusiawi dan wajar merupakan hal yang mendasar dalam mencegah kekambuhan penderita.
Berikut ini adalah beberapa hal yang penting yang perlu diketahui oleh keluarga dan lingkungan mengenai penyakit gangguan jiwa sehingga keluarga dan lingkungan akan lebih mampu merawat dan mencegah terjadinya kekambuhan pada anggota keluarga/masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.

Audien / sasaran
Keluarga dan pasien yang kontrol di poli jiwa RSJ Prof Dr Soeroyo Magelang

Jadwal Kegiatan
Tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan : Poli Klinik rawat jalan RSJ Prof.Dr. Soeroyo Magelang
Lama pelaksanaan pendidikan kesehatan : 60 menit
Waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan : 08.00 Wib
Metode Pelaksanaan
Pendidikan  kesehatan dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab (diskusi)

Media dan Alat
Lembar balik dan leaflet

Pengorganisasian
Leader         : -
Fasilitator     : -

Setting Tempat

-


Keterangan :
            Leader : -

            Audien : -

            Fasilitator : -


10). Antisipasi Masalah
1). Apabila waktu dimulainya pendidikan kesehatan mundur maka penyaji minta maaf dan menjelaskan penyebab kemunduran waktu.
2). Apabila pertanyaan didominasi oleh salah satu peserta penkes maka membatasi pertanyaan pada peserta tersebut dan memberikan kesempatan pada peserta yang lain.
3). Apabila waktu sudah habis tetapi masuh terdapat pertanyaan yang belum dijawab maka pertanyaan akan dijawab setelah penkes selesai.

Langkah-langkah Kegiatan

Tahap    Kegiatan Leader    Kegiatan Audiense      

Kegiatan Awal
(5 menit)   
Mengucapkan salam
Memperkenalkan leader dan fasilitator
Menjelaskan TIU dan TIK.    
Menjawab salam
Memperhatikan
Memperhatikan penjelasan.      

Kegiatan Inti
(- menit)   
Menjelaskan pengertian gangguan jiwa
Menjelaskan gejala yang muncul pada gangguan jiwa
Menjelaskan faktor pencetus gangguan jiwa antidepresan.
Menjelaskan pemicu munculnya gangguan jiwa
Menjelaskan pengobatan gangguan jiwa
Menjelaskan perawatan gangguan jiwa

   
Memperhatikan penjelasan instruktur.
Memperhatikan penjelasan instruktur dan bertanya pada akhir penjelasan.
Memperhatikan penjelasan instruktur dan bertanya pada akhir penjelasan.
Memperhatikan penjelasan instruktur dan bertanya pada akhir penjelasan.
Memperhatikan penjelasan instruktur dan bertanya pada akhir penjelasan.      

Kegiatan Akhir
(15 menit)   
Mengevaluasi penyuluhan yang telah dilakukan dengan memberikan pertanyaan tentang materi gangguan jiwa.
Menyimpulkan materi yang telah diberikan.
Salam penutup.   
Menjawab pertanyaan yang diberikan.


Memperhatikan penyimpulan materi.
Menjawab salam
   

Evaluasi
Evaluasi dilakukan dalam bentuk tes essay secara lisan dengan pertanyaan sebagai berikut:
Apakah  pengertian gangguan jiwa?
Jelaskan gejala yang muncul pada gangguan jiwa
Sebutkan faktor pencetus gangguan jiwa antidepresan.
Apa saja pemicu munculnya gangguan jiwa
Jelaskan  pengobatan gangguan jiwa
Sebutkan  perawatan gangguan jiwa





Daftar pustaka


Boyd dan Nihart. 1988. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice. I Edition. L ippincot. Philadelphia.

Carpenito, L J . 1988. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC: Jakarta

Keliat, B.A. 1988. Proses Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta.

Stuart dan Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta




LAMPIRAN
PERAWATAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH


Pengertian
Gangguan jiwa bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi merupakan kumpulan/kelompok gangguan dengan ciri-ciri perilaku tertentu yaitu perubahan perilaku yang meliputi beberapa aspek: aspek kognitif/ kecerdasan / pengertian (ingatan, perhatian, bentuk & jumlah ucapan, pengambilan keputusan, dan bentuk atau isi pikiran), aspek persepsi/ penilaian (halusinasi dan ilusi), aspek emosi, aspek perilaku dan gerakan, serta aspek hubungan dengan orang lain dan lingkungan.

Gejala yang Muncul
Gejala yang muncul pada penderita gangguan jiwa berfariasi sesuai dengan jenisnya, secara umum gejala penderita skizofrenia adalah :
Perubahan kognisi/ kecerdasan/ pengertian  meliputi :
Gangguan ingatan; pelupa, tidak berminat, kurang patuh, mudah bosan, dll.
Gangguan perhatian; kesulitan menyelesaikan tugas, kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan.
Gangguan bentuk pikir dan isi pembicaraan; kesulitan mengkomunikasi kan pikiran dan perasaan.
Gangguan dalam pengambilan keputusan; kesulitan melakukan dan menjalankan aktifitas, ketidakmampuan menjalankan perintah lebih dari satu, masalah dalam pengelolan waktu, kesilitan mngelola keuangan, penafsiran kata-kata dan simbol secara harfiah.
Gangguan isi pikir; waham, misalnya merasa sebagai orang hebat, mempunyai kekuatan magis, merasa dikejar-kejar sesuatu, curiga dengan orang lain selain dirinya, dsb.
Perubahan persepsi/ penilaian , meliputi :
Halusinasi: mendengar ada suara-suara yang membisiki atau melakukan sesuatu, membaui bangkai atau bau-bauan lainnya, merasa ada yang menyentuh atau merasuki badannya, dsb.
Ilusi : melihat atau bertemu dengan orang yang sudah meninggal, melihat sesuatu tanpa objek yang jelas.
Perubahan emosi, meliputi : emosi yang diekpresikan berlebihan atau kurang,sikap yang tidak sesuai, misalnya; tertawa terbahak-bahak padahal tidak lucu, menangis tanpa sebab yang jelas, marah-marah tanpa sebab yang jelas, dsb.
Perubahan perilaku dan gerakan , meliputi : mematung, meniru gerakan orang lain, jalan tidak normal, mengamuk, merusak barang, memukul orang, membunuh dll.
Perubahan hubungan sosial dan lingkungan, meliputi : lebih senang menyendiri, mengurung diri, tidak tertarik dengan aktifitas bersama-sama, dll.

Faktor Pencetus gangguan  jiwa
Faktor biologis, yaitu ketidaknormalan dari otak baik yang terjadi akibat kelainan sejak lahir maupun timbul akibat benturan atau penyakit tertentu.
Faktor psikologis/kejiwaan.
Faktor sosial budaya.

Pemicu munculnya Gejala
Masalah kesehatan, misalnya kurang tidur, penyakit infeksi, keletihan/ kelelahan dll.
Masalah lingkungan, misalnya; rasa bermusuhan/dimusuhi lingkungan, stress dengan lingkungan tempat tinggal, kesepian, dihina oleh orang lain, tekanan pekerjaan, dll.
Masalah sikap/ perilaku, misalnya; kurang percaya diri, merasa gagal, ketrampilan bersosialisasi kurang, dll.

Pengobatan  Gangguan jiwa
Pada dasarnya pengobatan gangguan jiwa dalam masa krisis dan akut dimana dalam kondisi ini penderita dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lainnya, pada kondisi ini penderita perlu perawatan dirumah sakit untuk diberikan perawatan dan pengobatan sesuai dengan gejala-gejala yang muncul, bagi penderita yang sudah dalam tahap pemulihan dan pemeliharaan kesehatan sebenarnya dapat dilakukan dengan pengobatan rawat jalan dan perawatan dirumah dimungkinkan. Pada tahap ini peran serta keluarga dan lingkungan sangat besar, sehingga diperlukan pngetahuan tentang tata cara perawatan dirumah supaya tidak terjadi kekambuhan, satu hal yang perlu disadari bahwa pengobatan sakit jiwa ini tidak hanya dalam hitungan hari atau minggu, bisa bulanan bahkan tahunan, oleh sebab itu keluarga diharapkan sabar dan telaten dalam merawat penderita dirumah.

Perawatan penderita di Rumah
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan lingkungan dalam merawat penderita gangguan jiwa dirumah :
Memberikan kegiatan/ kesibukan dengan membuatkan jadwal sehari-hari.
Berikan tugas yang sesuai kemampuan penderita dan  secara bertahap tingkatkan sesuai perkembangan.
Menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam melakukan kegiatan, misalnya; makan bersama, bekerja bersama, rekreasi bersama, dll.
Minta keluarga atau teman menyapa ketika bertemu dengan penderita, dan jangan mendiamkan penderita, atau jangan membiarkan penderita berbicara sendiri.
Mengajak/ mengikutsertakan penderita dalam kegiatan bermasyarakat, misalnya pengajian, kerja bakti dsb.
Berikan pujian yang realistis terhadap keberhasilan penderita, atau dukungan untuk keberhasilan sosial penderita.
Hindarkan berbisik-bisik di depan penderita/ ada penderita dalam suatu ruangan yang sama/ disaksikan oleh penderita.
Mengontrol dan mengingatkan dengan cara yang baik dan empati untuk selalu minum obat dengan prinsip benar nama obat, benar nama pasien, benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian.
Mengenali adanya tanda - tanda ke kambuhan seperti; sulit tidur, mimpi buruk, bicara sendiri, senyum sendiri, marah-marah, sulit makan, menyendiri, murung, bicara kacau, marah-marah, dll.
Kontrol suasana lingkungan yang dapat memancing terjadinya marah.
Segera kontrol jika terjadi perubahan perilaku yang menyimpang, atau obat habis.




ephan's production

 
 

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS PADA Sdr. K GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT



BAB I
Tinjauan Pustaka

A.    Pengertian
Ketidakefektivan pola napas adalah inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat (Wilkinson, 2007).

B.     Etiologi
Menurut Wilkinson (2007) etiologi dari masalah keperawatan ketidakefektivan pola napas, antara lain:
a.       Ansietas
b.      Kelelahan otot-otot respirasi
c.       Penurunan energi/kelelahan
d.      Deformitas dinding dada
e.       Nyeri
f.       Disfungsi neuromuskular

C.     Batasan Karakteristik
Menurut Wilkinson (2007) batasan karakteristik dari masalah keperawatan ketidakefektivan pola napas, antara lain:
a.       Dispnea
b.      Napas pendek
c.       Perubahan gerakan dada
d.      Napas cuping hidung
e.       Penggunaan otot-otot bantu pernapasan

D.    Patofisiologi dan Pathway Keperawatan
Cedera kepala adalah satu di antara kebanyakan bahaya yang menimbulkan kematian pada manusia. Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat tahun 1985, 49% disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor, dan jatuh merupakan penyebab umum kedua. Sedera kepala paling sering ditemukan pada usia 15 sampai 24 tahun. Dan dua kali lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita (Hudak dan Gallo, 1996).
Cedera kepala berat merupakan proses dari cedera kepala primer yang berkembang menjadi cedera kepala sekunder bila tidak mendapat penanganan yang memadai.
Kontusio cerebri/cedera kepala berat/severe head injury, ditandai dengan hilangnya kesadaran lebih dari 24 jam, pasien mengalami disorientasi berat, GCS kurang dari 9, otak mengalami memar, laserasi dan haemoragik (www.medicastore.com).
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi saat cedera (www.medicastore.com).
Tanda dan gejala Cedera Kepala Berat, antara lain:
1.      Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
2.      Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
3.      Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
4.      Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
5.      Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor; Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
6.      Trauma kepala yang berpenetrasi
7.      Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)

 E.    Intervensi Keperawatan

No
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Pantau adanya pucat dan sianosis
Pucat dan sianosis menandakan adanya kekurangan oksigen di jaringan
2.
Kaji kebutuhan insersi jalan napas
Insersi jalan napas dibutuhkan jika jalan napas mengalami masalah
3.
Perhatikan pergerakkan dada, amati penggunaan otot-otot bantu
Pergerakkan dada yang cepat dan adanya penggunaan otot-otot bantu menandakan kebutuhan oksigen yang tinggi
4.
Pertahankan oksigen dengan kanul nasal, masker, sungkup
Pemberian oksigen membantu untuk pemenuhan kebutuhan oksigen


Bab II
Tinjauan Kasus

A.    Identitas Pasien
Nama                  :  Sdr. K
Umur                  :  18 Tahun
Jenis Kelamin      :  Laki-laki
Nomor RM         :  -
Tanggal masuk    :  21 Desember 2011
Pekerjaan            :  Pelajar
Alamat                :  =
Doiagnosa          :  CKB

B.     Pengkajian
1.   Pengkajian Primer
Airway
Jalan nafas efektif, .

Breathing
RR = 30 x/menit, terlihat adanya retraksi dinding dada, tidak terlihat penggunaan otot bantu pernapasan.

Circulation
Sianosis (+), konjunctiva anemis, CRT > 3 detik, akral dingin

  1. Pengkajian Sekunder
a)      Tingkat Kesadaran            :  Sopor
b)      GCS                                  :  E1M4V2
c)      Tanda-tanda vital              :  TD = 100/70 mmHg, N = 86 x/menit, RR = 30 x/menit

d)     Riwayat Kesehatan Sekarang : pasien rujukan dari Rumah Sakit Randu dongkal, dengan post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs sepeda motor + 5 jam yang lalu. Klien terdapat jejas di dahi kanan, perdarahan mulut bekas gigi atas tanggal 3 dan terdapat susp. patah pada lengan kanan bawah. Terpasang kateter dan terapi yang sudah diberikan yaitu bactesyn 1 gram, ketorolac 30 mg, piracetam 3 gram, manitol 100 cc, kalnex 1 ampul. Sampai di IGD pasien belum sadar.
e)      Riwayat Kesehatan Dahulu    : pasien belum pernah dirawat dengan keluhan yang sama.
f)       Pemeriksaan Fisik
1)      Kepala
Muka      :  Sianonis (+), konjunctiva anemis(+), ukuran pupil anisokor kanan/kiri: 3 mm/ 2 mm, dan jejas didahi kanan
Hidung   :  tidak terdapat secret, napas cuping hidung (-),
Telinga   :  bersih, serumen (-)
Leher      :  JVP (-), pembesaran kelenjar toiroid (-)
2)      Dada                        :  bersih, simetris (+), retraksi dinding dada (+) otot bantu nafas (-)
3)      Punggung                 :  bersih, jejas (-)
4)      Abdomen                 :  jejas (-), peristaltik 8 x/menit
5)      Genetalia                  :  terpasang kateter no 16, produksi urine 850 cc, warna urine kuning jernih.
6)      Ekstremitas
Ekstremitas Atas      :  tangan kiri terpasang IVFD RL 20 tetes/menit, CRT > 3 detik, fraktur (+) pada tangan kanan
Ekstremitas Bawah  :  terdapat luka robek pada ibu jari kaki kanan

C.     Analisa data
No
Data Fokus
Masalah keperawatan
Etiologi
1.
DS: -
DO:
a.       Sopor
b.      RR = 30 x/menit
c.       Fase ekspirasi lebih lama
d.      Retraksi dinding dada (+)
Ketidakefektivan Pola Napas
Kelemahan otot-otot pernapasan
2.
DS: -
DO:
a.       E1M4V2
b.      Sopor
c.       Pupil anisokor 3mm/2mm
d.      Rangsang cahaya pupil kanan/kiri: - / +
Ketidakefektivan Perfusi Jaringan Serebral
Penurunan mekanis dari aliran darah arteri dan vena

D.    Intervensi NIC dan NOC
No
NIC
NOC
1.
Pantau adanya pucat dan sianosis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah akan teratasi, dengan kriteria: pucat (-), sianosis (-), jalan nafas efektif, pergerakan dada normal, penggunaan otot-otot bantu berkurang
Pertahankan jalan napas
Perhatikan pergerakkan dada, amati penggunaan otot-otot bantu
Pertahankan oksigen sesuai advis dokter
2.
Pantau ukuran pupil, kesimetrisan dan rangsang terhadap cahaya
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan ketidak efektivan perfusi jaringan serebral berkurang, dengan kriteria:
a.       GCS = E2M5V2
b.      Rangsang pupil (+)
Pantau TTV dan Letakkan kepala pada posisi ditinggikan
Berikan manitol sesuai advis dokter
Berikan torasic sesuai advis dokter
Berikan penitoin dan citicolin sesuai advis dokter
                                                                                   
E.     Implementasi
Waktu
No. Dx
Implementasi
Respon
21/02/11
Jam 15.30
1
Memberikan terapi oksigen sesuai advis
Oksigen 10 L/menit
Jam 15.31
1
Memantau adanya pucat dan sianosis
Pucat (+), sianosis (+)
Jam 15.33
1
Memantau TTV
TD = 100/70 mmHg, N = 86 x/menit, RR = 30 x/menit
Jam 15.36
1
Memperhatikan pergerakkan dada dan penggunaan otot-otot bantu
Pergerakan dada simetris (+), penggunaan otot-otot bantu napas (+)
Jam 15.37
2
Memantau ukuran pupil, kesimetrisan dan rangsang terhadap cahaya
Ukuran pupil kanan/kiri = 3 mm/2 mm, an isokor, rangsang cahaya pupil kanan/kiri: - / +
Jam 15.38
2
Memantau GCS
E1M4V2
Jam 15.43
2
Memberikan Torasik sesuai advis dokter
Torasik 1 amp
Jam 15.44
2
Memberikan penitoin dan citicolin sesuai advis dokter
Penitoin 100 mg per drip
Citikolin 1 amp
Jam 15.45

2
Memberikan Manitol sesuai advis dokter
Manitol 250 cc
Jam 15 47
1,2
Memantau TTV
TD = 100/70 mmHg, N = 82 x/menit, RR = 28 x/menit


F.      Evaluasi
Waktu
No. Dx
SOAP
Jam 15.48
1
S: -
O:
a.       RR = 28 x/ menit
b.      Retraksi dinding dada (+)
c.       Sianosis (+)
d.      Penggunaan otot-otot bantu napas (-)
A: Ketidakefektivan pola napas belum teratasi
P:
a.      Pertahankan jalan napas
b.      Pertahankan oksigen sesuai advis dokter
Jam 15.50
2
S:-
O:
a.       E1M4V2
b.      Sopor
c.       Pupil an isokor
d.      Ukuran pupil kanan/kiri: 3 mm/2 mm
e.       Rangsang cahaya pupil kanan/kiri: - / +
A: Ketidakefektivan perfusi jaringan serebral belum teratasi
P:
a.       Pantau ukuran pupil, kesimetrisan dan rangsang terhadap cahaya
b.      Lanjutkan program terapi obat




Bab III
Pembahasan

      Kasus Sdr. S, 18 tahun yaitu pasien dengan Cedera Kepala Berat dengan GCS E1M4V2. Pasien datang dengan post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs sepeda motor + 5 jam yang lalu. Klien terdapat jejas di dahi kanan, perdarahan mulut bekas gigi atas tanggal 3 dan terdapat susp. patah pada lengan kanan bawah. Sampai di IGD pasien belum sadar.
. Sesuai dengan Wilkinson (2007), masalah keperawatan yang muncul adalah ketidakefektivan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan mekanis dari aliran darah arteri dan vena. Sedangkan untuk intervensi dari masalah tersebut menurut Wilkinson (2007), yaitu:
a.       Pantau adanya pucat dan sianosis
b.      Pertahankan jalan napas
c.       Perhatikan pergerakkan dada, amati penggunaan otot-otot bantu
d.      Pertahankan oksigen sesuai advis dokter
Sdr. K mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E1M4V2, sopor, pupil an anisokor, ukuran pupil kanan/kiri: 3mm / 2 mm, rangsang cahaya pupil kanan / kiri: - / +. Sesuai Wilkinson (2007), hal ini dapat timbul masalah keperawatan Ketidakefektivan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan mekanis dari aliran darah arteri dan vena. Tindakan yang dapat dilakukan, yaitu:
a.       Pantau ukuran pupil, kesimetrisan dan rangsang terhadap cahaya
b.      Pantau GCS
c.       Berikan manitol sesuai advis dokter
d.      Berikan torasic sesuai advis dokter
e.       Berikan penitoin dan citicolin sesuai advis dokter



Daftar Pustaka

Hudak, Carolyn M dan Gallo, Barbara M. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik (Critical Care Nursing: A Holistic Approach). Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzzare C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.  Jakarta : EGC.



Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


www.sehatgroup.web.id



ephan's production